Sakit Gigi

Tidak ada komentar

Dua hari ini saya bener-bener off. Di rumah saja. Lebih banyak tiduran, leyeh-leyeh, brosing-brosing dan praktis kerjaan yang menghasilkan cuma ke dapur sebentar, sekedar membuatkan susu untuk anak kedua saya yang masih 14 bulan serta membuat jamur krispi untuk mertua dan adik ipar yang datang dari desa. Padahal sebetulnya di kantor pun sedang ada acara sosialisasi anti korupsi dengan (KPK) dan Kamen Rider Surabaya.

Memang biasanya hari ahad gini kalau tidak ada acara kantor dapat dipastikan tangan saya sudah bergelut dengan tanah basah depan rumah. Mencabuti rumput liar atau merapikan rumah yang rasanya tidak pernah usai untuk dirapikan. Maklum dengan dua anak yang masih balita dan suka main, tentu harus menunggu mereka besar agar rumah terlihat rapi dan berkesan longgar. Mainan, makanan, baju kotor bertebaran dimana-mana.

Dua hari ini memang saya lagi sakit. Gigi geraham paling belakang rasanya gak karu-karuan. Seperti hilang timbul hilang timbul gak jelas gitu. Ngangkat barang berat sedikit saja langsung cenut-cenut dan harus segera tiduran biar tak tambah sakit. Istri pun cukup baik merawat saya. Meski  dia juga sedang gak enak badan juga tapi malam-malam ia relakan memijit dan mblonyohi sekujur badan saya dengan minyak angin biar badan lebih nyaman.

Sakit gigi, rasanya memang bukan sakit yang mentereng. Tapi memang sangat mengganggu. Bahkan sakit gigi bisa mengakibatkan 14 sakit turunan lainnya. Dan pada akhirnya bisa berakhir dengan kematian. Serem kan?! Kalau tak percaya coba aja baca link berikut ini : http://www.republika.co.id/berita/humaira/ibu-anak/13/09/11/msxmr5-jangan-remehkan-gigi-berlubang-ini-bahayanya. Tak salah memang jika reputasi sakit gigi hampir menyamai rasanya sakit hati. Setidaknya itu testimoni yang disampaikan Om Meggy di video ini : https://www.youtube.com/watch?v=8givOsAS1sI

Sudah lama sebenarnya saya tidak merasakan beratnya musim sakit gigi. Terakhir kalau tidak salah sesaat setelah pulang KKN di Desa Karangtejo Jumo Temanggung. Sekitar 15 tahun lalu. Ketika itu karena sudah tidak kuat menahan sakit, dan absesnya kelihatan menggerikan saking besarnya saya pun langsung ke dokter gigi di dekat Terminal Condongcatur Jogja, diantar seorang teman, agar kalau sakitnya tambah menjadi ia masih tetap memegang kemudi motor untuk mengantar pulang ke kost lagi.

Setelah absesnya ditusuk sehingga nanah keluar dan infeksinya diobati, juga sambil menunggu rasa sakitnya hilang, sekitar sepekan kemudian gusi geraham kiri bagian bawah di mulut saya diputuskan untuk dicabut saja. Dengan disuntik dua ampul anestesi di gusi, kerja keras pak dokter membuahkan hasil. Sebuah gigi geraham yang sudah tidak utuh karena krowak dan akar gigi yang terlihat puanjang sekali terjepit di penjepit logam di tangannya.

Saya masih ingat saat itu, darah mengucur hebat, sedangkan pencabutan dilakukan sore hari usai buka puasa. Tak ayal ketika sahur saya tak bisa makan, selama seharian lemes karena tak makan dan sorenya pun masih tak bisa buka puasa dengan normal. Hanya satu dua sendok nasi untuk buka dan sahur saja selama beberapa hari puasa.

Perjuangan itu tak sia-sia. Karena semenjak dicabut rasanya gigi tak pernah sakit lagi sampai setahun belakangan, dimana geraham di atas gigi yang dulu dicabut gantian berlobang. Dan tanpa saya sadari gigi geraham kanan bagian atas juga sudah berlobang dan sekarang ini sedang sakit-sakitnya.

Meski saya sangat pemalas ke dokter, saya hampir tak pernah punya pengalaman tidak menyenangkan dengan dokter. Tetapi beberapa kabar yang tak menyenangkan pernah saya dengar juga. Mal praktek dan sebagainya. Khususnya saat SMA, dimana guru kemuhammadiyahan saya saat itu terkena gangguan saraf dan kemudian meninggal dengan desas-desus alias gosip akibat beliau cabut gigi saat giginya masih sakit.

Hm.. memang menakutkan tetapi saya pasrah saja wis. Semoga ikhtiar saya untuk ke dokter gigi diberi kelancaran keselamatan dan khusnul khatimah. Amiinn... :)

#Insomnia.Cenut2


Tidak ada komentar :

Posting Komentar