Charlie Hebdo dan Sikap Seorang Muslim

Tidak ada komentar

Charlie Hebdo dan (Salah Satu) Sikap Seorang Muslim

Terselip di antara serakan berita duka jatuhnya pesawat AirAsia, terdengar sayup-sayup kasus  penembakan kantor Majalah Charlie Hebdo di Perancis. Di luar sana, kasus ini mendapat perhatian luar biasa. Karena peristiwa ini, tak kurang 30 pemimpin dunia berpawai di Perancis, mengutuk serangan yang menewaskan total 17 orang.

Saya yang masih awam tentang hukum-hukum syariat, pasti tidak bisa memberikan penilaian rigit tentang status penembakan itu. Pendapat para tokoh agama pun terbelah, ada yang membela, ada juga yang mengecamnya. Di luar perbedaan tersebut sebenarnya yang tak kalah penting untuk kita ketahui adalah akar masalah apa yang melatar-belakangi. Maka mari kita belajar dari tragedi ini.

Majalah Charlie Hebdo adalah majalah satir, majalah yang didedikasikan untuk mengejek dan menyindir keadaan atau seseorang. Termasuk salah satunya adalah mengolok-olok manusia yang paling kita cinta, Rasulullah Muhammad SAW.

Charlie Hebdo pernah menampilkan kartun pelecehan kepada Nabi yang sebelumnya dimuat tabloid Jyllands-Posten Denmark pada 2005. Kartun yang kemudian memicu gelombang protes ummat Islam di seluruh dunia itu, justru secara sengaja dimuat ulang oleh Charlie Hebdo. Bukannya lebih berhati-hati, ia malah memprovokasi. Bahkan sejak saat itu, Charlie malah makin rajin menampilkan ejekan-ejekan kepada Rasulullah maupun kepada ummat Islam.

Dalam salah satu edisinya, ‘If Mohammed Comes Back,’ majalah bertiras 30.000 eksemplar per bulan ini pernah membuat karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad sedang dipenggal kepalanya oleh seorang teroris. Di edisi yang lain, digambarkan Nabi sebagai seorang perempuan tanpa busana dengan memberi keterangan gambar “Kerusuhan di negara-negara Arab setelah foto Nyonya Mohammad diterbitkan.” Naudzubillahi min dzalik. Sungguh keterlaluan..!

Tetapi meski menuai kecaman, editor majalah Stephane Charbonnier tetap tak bergeming. Ia berdalih hal tersebut merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dilindungi Undang-undang Perancis. ‘’Apakah kebebasan pers itu sebuah provokasi?’’ tanya balik Charb yang akhirnya menemui ajal dalam kasus penembakan ini.

Membaca peristiwa tersebut, saya akan mengajak anda bermain analagi. Coba anda bayangkan sebentar, bagaimana jika ayah dan ibu yang sangat anda hormati dan anda sayangi dihina? Diludahi kehormatannya di depan mata anda. Lalu apa yang akan anda lakukan jika yang dihina adalah manusia dimana cinta kita kepadanya terletak di atas segala cinta. Di atas cinta kepada ayah dan bunda kita? Maka, analogi ini mungkin bisa kita pakai untuk memahami jalan berfikir pelaku penembakan.

Dan, ya tentu kita bisa memahami kemarahan itu. Karena jika kita tidak marah atas pelecehan kepada Rasulullah justru menunjukkan ada yang tidak beres dengan keimanan kita. Tetapi sebaliknya peristiwa ini juga jangan dijadikan alasan bagi seseorang untuk melakukan pembunuhan demi pembunuhan atas nama ketersinggungan agama. Apalagi jika akibatnya kontra produktif, misalnya timbulnya islamophobia atau kebencian terhadap Islam yang meluas di seantero dunia. Lihat pula, aksi yang tidak terarah dan tidak terukur ini, menyebabkan terlalu banyak nyawa tak bersalah menjadi korban, termasuk diantaranya seorang polisi muslim yang sedang menuju tempat kejadian. Memang ada riwayat yang menunjukkan bolehnya menjatuhkan hukuman mati bagi para penghina Nabi. Tetapi dengan kondisi Islam saat ini yang masih lemah secara politis, barangkali masih ada jalan lain yang bisa ditempuh untuk menghukum para pengolok-olok Nabi itu.

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). Dan tidak ada pertanggungan jawab sedikitpun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa mereka; akan tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa." [TQS. Al Anaam (6): 68-69]
Ayat ini diturunkan berhubungan dengan tindakan orang-orang musyrik yang mendustakan serta mengolok-olok Al Quran dan Nabi Muhammad SAW. Berkata Ibnu Juraij, "Adalah orang-orang musyrik Arab, mereka datang dan duduk bersama Nabi. Mereka ingin mendengarkan sesuatu dari padanya, setelah mereka mendengar ayat-ayat Al Quran dari Nabi, mereka mendustakan dan mengolok-oloknya.”
Ayat ini diturunkan pada saat Rasulullah masih berada di Mekah, saat kaum Muslimin masih lemah. Maka tugas Nabi saat itu adalah sekedar menyampaikan risalah ketauhidan. Setelah Nabi di Madinah dan keadaan kaum Muslimin telah kuat, maka sikap membiarkan tindakan orang-orang yang mengolok-olok agama Allah adalah sikap tercela. Diperintahkan mengambil tindakan tegas terhadap mereka.

Di Perancis dan beberapa bagian Eropa lainnya, memang sangat terasa standar ganda jika telah berkaitan dengan Islam dan para pemeluknya. Maka tak heran jika kemudian Perdana Menteri Turki Ahmed Davutoglu usai menghadiri pawai di Perncis menyatakan kegalauan atas diskriminatifnya perlakuan yang diterima Ummat Islam. "Ingin rasanya saya melihat rasa hormat yang sama. Rasa hormat seperti ini yang tanpa memandang etnis, latar belakang sektarian, atau agama. Rasa hormat masyarakat Eropa ketika masjid diserang, dan komunitas Muslim di Eropa mendapat serangan Islamophobia," ujarnya.

Itulah kenyataan yang harus kita sadari. Maka larut dalam kebencian dan hanya bisa  mengumpati bangsa lain, menurut saya bukan jalan keluar. Di tengah arus mainstream media dunia yang berat sebelah, Islam sudah terlanjur mereka tampilkan sebagai ideologi yang dianggap membahayakan eksistensinya. Islam telah kadung mereka anggap sebagai common enemy. Musuh bersama. Maka, bagaimana kita menyikapi masalah ini?

Ya, Islam harus mengambil alih kembali pemimpin peradaban. Islam tidak boleh hanya menjadi pelengkap penderita, yang di tangan orang lain citra kita dibentuk dan diarahkan sedemikian rupa menurut kehendak mereka. Islam harus menjadi jalan yang ditempuh dunia, dimana kebahagiaan dan kedamaian bersanding dengan harapan bahwa kebaikan dunia akan berbayar kehidupan kekal di Surga. Untuk menjadi aktor perubahan, barangkali saat ini kita telah terlambat. Tetapi dua atau tiga generasi yang akan datang siapa tahu?

Maka saudaraku, persiapkan generasi terbaik mulai dari sekarang. Kelemahan Islam justru karena kita telah meninggalkan pegangan utama kita. Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Maka kembalilah kepada fondasi utama itu. Didik anak-anak dengan dua perkara itu, agar kelak mereka menjadi manusia unggul yang di tangannya masa depan, nama baik, kebanggaan dan harga diri agama kita dipertaruhkan.

Penuhi dada-dada mereka dengan iman, tauhid dan ketangguhan menata dunia. Maka, ketika kita kelak diijinkan Allah untuk menjadi lokomotif peradaban dunia, tak akan ada lagi orang yang mempermainkan kehormatan kita. Tak akan ada lagi Charlie Hebdo-Charlie Hebdo yang lain, karena mereka sudah pasti akan segan berhadapan dengan kekuatan Islam yang penuh kemuliaan dan membawa rahmat bagi seluruh alam. Semoga.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar